Nuklir Sebagai Solusi Energi Dalam Waktu Jangka Panjang Negara Indonesia

Seperti yang diketahui, bahwa Nuklir sebagai solusi energi dalam waktu jangka panjang negara Indonesia. Kenapa sedemikian? Dikarenakan pertama, mari coba kita perhatikan bahan bakar yang diperlukan untuk menciptakan energi 1.000 MW selama 1 tahun yakni sekitaran.

Gas : 970.000 Ton
Minyak : 1.310.000 Ton
Batu Bara : 2.360.000 Ton
Nuklir : 21 Ton

Dan sementara yang diperlukan ataupun yang dibutuhkan untuk menciptakan energi 1.000 MW selama 50 tahun yakni sekitaran.

Gas : 48.500.000 Ton
Minyak : 65.500.000 Ton
Batu Bara : 118.000.000 Ton
Nuklir : 1.050 Ton

Nah, kenapa patokan nya 50 tahun? Dikarenakan teknologi kontruksi reaktor nuklir terbaik manusia saat ini hanyalah mampu bertahan 40-60 tahun sampai menjadi bangunan yang terbilang rapuh, sedangkan energi dari Uranium dapat bertahan ratusan tahun. Nah maka dari itulah ada yang namanya limbah nuklir yang dibuang di tempat terkhusus.

Energi Nuklir kerap di tolak keras oleh Organisasi dan Masyarakat Indonesia karena hanya melihat dari sisi resiko negatif nya saja. Bahkan ada beberapa menyebutkan dengan alasan yang terbilang konyol, seperti Sinar Radiasi yang menembus segala, pancaran Radiasi dari Reaktor yang mencemari lingkungan bahkan ledakan Nuklir (seperti Bom Atom).


Sebenarnya Energi Nuklir itu ramah lingkungan bebas polusi dan murah untuk waktu jangka panjang, begitu juga sebaliknya dengan energi fosil. Dengan adanya perkembangan teknologi konstruksi modern ini dan di imbangi perencanaan yang baik, resiko kecelakaan Nuklir dapat di tekan. Terbukti dari kecelakaan Reaktor Nuklir pada abad 21 sangat minim, terakhir terjadi 2011 di Jepang akibat Reaktor Fukushima Daiichi di terjang Gempa dan Tsunami. Bahkan apabila terjadi kecelakaan akibat Human Error sekalipun, ledakan Nuklir (seperti Bom Atom) tidak akan terjadi namun melainkan hanya berupa kebocoran maupun ledakan kecil non Nuklir dan itu dapat di atasi dengan petugas yang sudah terlatih agar Radiasi tidak menyebar jauh dan tidak begitu parah. Reaktor Nuklir sendiri normalnya tidak memancarkan Radiasi yang mencemarkan lingkungan dan pengangkutan limbah Nuklir pun menggunakan alat terkhusus dan di buang di tempat terkhusus juga.

Untuk cadangan Uranium kita setidaknya sekitaran 78.000 Ton dan itu tidak terpakai, lalu Eksplorasi Uranium kita juga terbilang minim. Sedangkan energi fosil kita terus berkurangan dan belum lagi harus di bagi ke sektor lainnya. Apabila kita tidak menemukan cadangan energi fosil baru, maka Minyak bisa di perkirakan habis di tahun 2030, Gas 2060 dan Batubara 2086. Angka angka terkait Energi Fosil di atas bisa saja berubah dan bertambah karena Eksplorasi terus di lakukan dengan biaya yang terbilang mahal. Khususnya biaya Eksplorasi Minyak yang sangat Mahal dan tingkat kegagalan cukup tinggi (bahkan lebih banyak gagal nya). Bahkan dikatakan bahwa di laut dalam mengebor 5 kali dapat 1 itu sudah sangat hebat dengan biaya sekitaran 13 Triliun. Kalau 5 kali enggak dapat yah sudah pasti hangus 13 triliun itu. Belum lagi adanya resiko nilai minyak yang ditemukan lebih sedikit daripada biaya yang dikeluarkan untuk Eksplorasi.

Dengan efisiensi energi Nuklir dan Ramah lingkungan, akan dapat berimbas ke sektor lain. Seperti transisi ke kendaraan listrik bebas polusi dan banyak manfaat lainnya. Berbeda jika saat transisi pembangkit listrik masih menggunakan energi fosil, hal ini tidak akan mengurangi polusi namun melainkan hanya memindahkan polusi dari jalan raya ke pembangkit listrik tadinya.

Selain itu, dalam prosesnya, kita juga harus dengan perlahan mengembangkan Efisiensi Energi Terbaru seperti Angin, Air, Surya, Panas Bumi, dan lain-lain. Sehingga memiliki nilai efisiensi biaya seperti Nuklir dan perlahan berahlih (transisi) kesana. Energi terbarukan seperti Tenaga Surya, Air, Panas Bumi, Angin, dan lain-lain. Untuk saat ini masih terbentur dengan adanya biasaya teknologi yang terbilang mahal dan tidak konsisten.

Namun, walaupun dengan itu semua, terlihat pembangunan pembangkit listrik energi fosil seperti PLTU masih masif di Indonesia, ketimbang memikirkan membangun PLTN untuk menekan pembangunan PLTU agar supaya menghemat Batubara maupun cadangan energi fosil lain. Hal ini membuat kita semakin ketergantungan Energi Fosil dan membuat cadangan Energi Fosil semakin, cepat menipis. Hal ini tidak luput karena penolakan Masyarakat akan Nuklir maupun Energi Alternatif lain.

Nah, jadi dengan sedemikian yang sudah kita bahas diatas dan setelah tahu semua itu, masihkah menolak keras Nuklir sebagai energi alternatif?

Semoga memberikan informasi yang bisa bermanfaat, untuk kita semua, sekian terimakasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel